|
|||
Monday, August 30, 2004 Membuat Film Berkualitas untuk Publik
JAKARTA--MIOL
Stasiun televisi dan pembuat film di Indonesia seharusnya juga memproduksi film-film yang berkualitas untuk dipertontonkan pada publik sebagaimana yang dilakukan para pembuat film di negara lain seperti Australia. "Sebagai contoh Four Corners di Australia memproduksi 44 film dalam setahun dan salah satunya selalu bertema lingkungan. Ini adalah film berkualitas yang bisa menjadi tontonan alternatif bagi publik," kata David Hanan, dosen sinematografi dari Monash University pada Pekan Film dan Diskusi Publik yang digelar di Teater Kecil Taman Ismail Marjuki Jakarta. Menurut dia, contoh yang lain adalah film The Mafia Timber yang diproduksi oleh televisi Australian Broadcasting Corporation(ABC). "Film bertema lingkungan ini bercerita tentang reporter Australia yang mengikuti perjalanan kayu hasil illegal logging di hutan Kalimantan," kata David. Dalam film dokumenter tersebut penonton bisa melihat betapa sulitnya membongkar mafia penebangan liar, pihak-pihak yang berusaha membongkar kejahatan itu akan berada dalam posisi yang berbahaya. "Cerita film ini sangat penting artinya karena setidaknya bisa mengundang perhatian dunia untuk memberikan alternatif pemecahan masalah penyelamatan hutan di Indonesia," kata Suparman, seorang penonton menanggapi film itu. Dia juga mengungkapkan keprihatinannya mengenai dunia pertelevisian Indonesia yang lebih banyak menayangkan film-film yang tidak mendidik. Sementara itu di Australia, menurut David, televisi publik yang dibiayai oleh Pemerintah Australia dari pajak pun berani menayangkan tontonan alternatif yang berkualitas bagi masyarakat, bahkan meskipun hal itu bertentangan dengan kepentingan pemerintah. "Beberapa waktu yang lalu sebuah televisi publik menayangkan film dokumenter tentang masyarakat Timor Timur yang sangat memalukan Pemerintah Australia," katanya. Sementara itu di Indonesia menurut dia film sejenis itu belum diproduksi. "Padahal Indonesia adalah negara dengan politik keras, tetapi tetap masih ada black hole di sini," katanya. Pada era ini pembuat film di Indonesia masih mengemukakan isu yang berkembang dalam masyarakat dan pemerintah dalam bentuk sindiran dan perumpamaan (allegory). Dia mengambil contoh film Ibunda dan Secangkir Kopi Pahit karya Teguh Karya, Langitku Rumahku karya Slamet Raharjo, dan Surat Untuk Bidadari karya Garin Nugroho sebagai film yang mengandung sindiran terhadap situasi yang sedang berkembang di lingkungan sekitarnya. Harapannya suatu saat televisi publik dan pembuat film di Indonesia akan memproduksi film-film berkualitas serupa yang mengangkat tema mengenai isu-isu sentral yang sedang berkembang dalam masyarakat. (Ant/O-1) |