Wednesday, May 07, 2008

Pengantar €"Menuju Kehidupan Sebenarnya”

Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata: ”Pada saat manusia menemui kematiannya, maka iapun terbangun dari tidurnya.”

Berarti, kehidupan kita di dunia ini laksana sebuah mimpi. Hal ini sejalan dengan firman Allah:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)

Dalam kenyataan sehari-hari tidak sedikit manusia yang justru sangat serius dengan kehidupan dunia ini sambil memandang kehidupan akhirat -dengan derita neraka dan nikmat surganya- justru sebagai senda gurau dan main-main. Manusia sedemikian seriusnya ingin meraih kenikmatan dan keberhasilan dunia seolah itu semua merupakan kenikmatan dan keberhasilan final dan hakiki. Mereka berusaha sekuat mungkin menghindar dari kegagalan dan penderitaan dunia seolah itulah kegagalan dan penderitaan yang sejati.

Padahal kehidupan di dunia telah Allah taqdirkan bagi setiap manusia. Ada yang ditaqdirkan menikmati ”mimpi menyenangkan” di dunia. Ia menjadi orang kaya, terpandang, dipuja-puji manusia banyak, serba berkecukupan sehingga hidupnya selalu berlimpah. Sementara ada yang ditaqdirkan mengalami ”mimpi buruk” selama hidupnya di dunia. Ia menjadi orang miskin, serba berkekurangan, terpinggirkan, terabaikan bahkan teraniaya.

Sedikit sekali manusia yang menyadari bahwa mimpi manapun yang dialaminya tidaklah menjadi persoalan penting. Kendati, sudah barang tentu, tidak ada manusia yang ingin menjalani kehidupan berupa mimpi buruk menjadi orang miskin, serba berkekurangan, terpinggirkan, terabaikan bahkan teraniaya. Demikian pula sebaliknya. Manusia mana yang menolak ditaqdirkan Allah menjalani kehidupan dalam bentuk mimpi menyenangkan menjadi orang kaya, terpandang, dipuja-puji manusia banyak, serba berkecukupan sehingga hidupnya selalu berlimpah. Tapi seorang mu’min sungguh sadar bahwa isyu utama yang perlu dipikirkan adalah bagaimana nasibnya saat Allah mencabut nyawanya. Adapun jenis mimpi apa yang Allah taqdirkan bagi dirinya hanyalah sebuah ujian/testcase untuk melihat jenis respon apa yang bakal ditampilkannya. Persis seperti ucapan Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

“Urusan orang beriman itu menakjubkan. Sesungguhnya urusannya semua baik. Dan hal itu tidak dialami seorangpun kecuali orang beriman. Bila ia mendapat karunia, ia bersyukur. Maka bersyukur itu baik baginya. Bila ia mendapat mudharat, ia bersabar. Maka bersabar itu baik baginya.” (Muslim 14/280)

Alangkah bodohnya seseorang yang hidup di dunia dalam mimpi menyenangkan namun ia lalai akan saat kematian. Sehingga saat ia bangun dari mimpinya ia berada dalam kegelisahan dan penyesalan berkepanjangan. Apalagi orang yang hidup di dunia dan menjalani mimpi buruk. Lalu saat ia bangun menjalani hidupnya di akhirat, ternyata keadaannya lebih buruk lagi, penuh penyesalan dan penderitaan abadi. Demikianlah keadaan orang-orang yang tidak beriman akan kehidupan akhirat. Mereka menyangka hidup hanya di dunia semata. Mereka tertipu oleh dunia. Allah gambarkan logika berpikir mereka sebagai berikut:

“Dan mereka berkata, "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS Al-Jatsiyah 23-24)

Sedangkan orang beriman sangat yakin dan selalu mempersiapkan dirinya menghadapi kehidupan sejati, yakni akhirat. Sebab mereka diberitahu Allah bahwa akhirat itulah yang hendaknya didambakan.

“...kalian menghendaki harta benda dunia, sedangkan Allah menghendaki akhirat (untukmu)…” (QS Al-Anfal 67)
Orang beriman sibuk bukan untuk masa tuanya di dunia. Tapi ia sibuk mempersiapkan berbagai investasi berupa ’amal ’ibadah dan ’amal sholeh untuk masa hidupnya yang sejati, yakni akhirat.

“Orang yang paling cerdas ialah barangsiapa yang menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi (‘amal-perbuatan) dirinya dan ber’amal untuk kehidupan setelah kematian. ”(At-Tirmidzi 8/499)

Ia sangat terobsesi akan keberhasilannya di akhirat sehingga keberhasilannya di dunia menjadi sesuatu yang ia kejar secukupnya. Ia sangat sibuk menghindari kegagalan di akhirat sehingga berbagai kegagalan di dunia ia hindari sewajarnya. Ingatannya akan akhirat sangat dominan sehingga ingatannya akan dunia menjadi sebatas ”asal tidak lupa” bahwa ia masih hidup di dunia.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi..” (QS Al-Qashash 77)

Sumber : Ihsan Tanjung - Eramuslim

¶-- posted on 12:55 PM


Back to Home

Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com

aboutme

Adhy orangnya pendiem, agak tertutup, humoris, cuek bgt, suka ngeselin, gak enak diajak ngobrol, gak gaul n` gak asyik dijadiin temen kamu hehee..
Contact Me / Friendster

chatbox




recent

archives

  • June 2004
  • July 2004
  • August 2004
  • September 2004
  • October 2004
  • November 2004
  • December 2004
  • January 2005
  • March 2005
  • April 2005
  • June 2005
  • July 2005
  • October 2005
  • January 2006
  • June 2007
  • March 2008
  • April 2008
  • May 2008
  • eyecatching

    friends

    credits

    Powered by : Blogger.Com
    Skin by : Clone at blogskins
    ShoutBox by : Cbox
    Commenting by : HaloScan
    Tracking by : eXTReMe
    Counter by : HitCounter

    Alabama Jones Act Lawyer

    Blogarama - The Blog Directory

    Site Meter